Kota palembang merupakan salah satu kota tersibuk dengan berbagai macam aktifitas masyarakatnya. Namun, Beberapa titik di kota palembang saat ini jalan raya nya dikeruk dan tidak segera diperbaiki serta jalan berlobang tergenang air di beberapa titik dibawah stasiun Lrt contoh nya di halte Lrt KM7.
Di arah bandara jalan Let Harun Sohar dimulai dari apotek K24 sampai ke SPBU ruas jalan nya sudah satu minggu lebih dibiarkan dikeruk dan tanpa perbaikan sama sekali, kalau siang jalanan penuh dengan debu mengingat banyak nya mobil mobil besar (Fuso) yang melintas di jalan tersebut.
Dijalan Km6 dari arah putaran Stasiun Lrt rs Mata sampai ke punti kayu beberapa ruas jalan dibiarkan dikeruk dan sudah banyak membahayakan pengguna jalan (motor) terjatuh.
Jelas dengan rusak nya jalan tersebut sudah memakan korban apalagi saat musim seperti hujan ini, jalanan licin, air yang tergenang tanpa adanya saluran air. Sampai tulisan ini dibuat masih belum ada perbaikan. Lantas jika kita menjadi korban atau publik merasa terganggu apa langjah yang harus dilakukan?
Kita harus paham siapa yang berwenang mengurus jalan tersebut. Apalagi jika ingin melakukan tuntutan hukum sesuai dengan pasal 273 ayat (1),(2),(3) UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Kewenangan dan tanggung jawab penyelenggara jalan telah diatur pada Pasal 24 ayat (1) UU No. 22 tahun 2009, yaitu : "Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas". Sedangkan Pasal 24 ayat (2) menyatakan : "Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat(1), penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas."
Perintah Pasal 273 ayat (1) jelas, yaitu: "Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)".
Selanjutnya ayat (2) menyatakan:"Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)". Ayat (3) menyatakan : "Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)".
Selain itu menurut ayat (4): "Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah)".
Jadi jelas jika penyelenggara jalan, apakah Dinas PU Pemerintah Daerah setempat maupun Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PU lalai menjalankan perintah Pasal 24 UU No. 22 tahun 2009, maka pengguna jalan dapat menuntut secara pidana sesuai dengan Pasal 273 ayat (1), (2), (3) dan (4) tersebut. Untuk Indonesia yang lebih baik, sebaiknya masyarakat tidak perlu ragu dalam menggunakan haknya sebagai pengguna jalan.
.
Penulis : Refzqi Safei